Pernyataan "kekuatan paedagogi ilmiah adalah membuat pembelajaran semakin praktis dilihat dari prisma konsep teoritis" mengacu pada konsep bahwa teori yang baik adalah teori yang tidak hanya dibatasi oleh kata, melainkan pada praktiknya dapat dilaksanakan sesuai konsep teori tersebut. Praktik mengajar paaedagogi sendiri menjadi bermutu saat memang didasarkan oleh teori paedagogi. Karena pengajaran akan menjadi lebih terarah dan tujuannya jelas.
Pada saat pelaksanaan micro-teaching kelompok, kami mencoba bergerak dari beberapa teori. Misalnya teori B.F Skinner pengenai penggunaan teknologi dalam penyampaian teori, teori paradigma belajar mengenai beberapa strategi dalam mengajar, yang kemudian kami pakai adaalah strategi pelatihan, strategi kelompok, dan strategi ceramah.
Bergerak dari teori B.F Skinner mengenai penyampaian teknologi, materi mengenai buang sampah pada tempatnya dan dampak dari kerusakan bumi kami sajikan dalam tayangan animasi edukatif dan diputar menggunakan laptop agar anak lebih tertarik dan menyadari bahwa gadget-gadget yang sudah tak asing lagi bagi mereka dapat pula digunakan sebagai media belajar. Setelah penayangan video, strategi ceramah mulai dilaksanakan, yaitu dengan menjelaskan mengenai tujuan video edukatif tersebut agar adik-adik mau menjaga lingkungan dan buang sampah pada tempatnya. Strategi pelatihan dalam pradigma belajar kami coba lakukan dengan melatih ketrampilan origami dan daur ulang pada anak agar nantinya barang-barang bekas yang ada disekitarnya tidak hanya terbuang percuma tetapi dapat dimanfaatkan. Pelatihan keterampilan ini juga menggunaakan strategi pengajaran dengan kelompok. Jadi, adik-adik kelas B T.K.Aisyah ini kami bagi menjadi beberapa tim yang terdiri dari 2 orang, dimana mereka harus menyelesaikan pembuatan origami dan daur ulang dalam tim serta berbagi alat dan bahan, dengan tujuan mereka bisa bekerja sama dengan orang lain nantinya.
Beberapa pertanyaan yag kemudian memiliki relevansi terhadap pelaksanaan micro-teaching kelompok misalnya;
1. Penilaian kebutuhan : materi belajar apa yang dibutuhkan? Materi yang menurut kelompok layak untuk diangkat adalah materi mengenai lingkungan hidup. Dimana adik-adik tersebut sekalian dianggap kelompok memang membutuhkan materi pengetahuan mengenai lingkungan karena lingkungan sendiri berada disekeliling mereka, dan kemudian jika mereka sendiri sadar akan betapa pentingnya kesadaran akan cinta lingkungan akan membawa kebaikan bagi mereka sendiri dan orang lain. kelompok berpikir bahwa adik-adik tersebut harus mengetahui tentang keindahan alam yang kita miliki, bagaimana cara memeliharanya, dan kemudian dampak apa yang terjadi saat kita sendiri sebagai makhluk berakhlak tidak mau menjaga lingkungan kita. Dan kemudian pada nantinya ilmu itu tidak hanya akan “tinggal” di ruang kelas, karena cukup mudah untuk dipraktikkan dimanapun dalam kehidupan sehari-hari. Karena itulah maka tema “Sayang Bumi” kami angkat untuk diajarkan pada adik-adik TK.Aisyah.
2. Penggunaan TIK : bagaimana aplikasi TIK dalam pembelajaran yang memenuhi kriteria paedagogi? Aplikasi TIK yang kelompok praktikkan adalah menggunakan laptop sebagai sarana pengajaran. Penggunaan laptop ini sendiri dilakukan untuk memutar tayangan edukasi animasi mengenai menjaga lingkungan dan dampak dari tidak memelihara lingkungan. Jadi adik-adik yang juga tidak asing lagi dalam penggunaan laptop dapat mengetahui bahwa alat tersebut juga dapat digunakan untuk mengeksplorasi banyak sekali ilmu pengetahuan.
3. Pemecahan masalah : apa yang bisa salah dalam pengajaran dan bagaimana cara mengatasinya? Ada budaya tersendiri yang diamati oleh kelompok dimana sebagian besar murid TK.Aisyah tersebut seakan sudah terbiasa untuk bersikap pasif karena akan ada teman-teman yang biasanya ditunjuk guru untuk aktif dalam kelas. Jadi guru wali kelas seakan sudah membuat peraturan dimana yang boleh aktif kedepan kelas hanyalah mereka yang biasa ditunjuk oleh guru. Jadi, saat kelompok ingin mereka untuk maju ke depan kelas, menceritakan tentang hal-hal yang mereka pelajari, hanya murid-murid tertentu dan itu-itu saja yang maju ke depan kelas. Maka untuk menumbuhkan budaya aktif yang merata dalam kelas, kelompok berusaha untuk mengajak adik-adik lain untuk mau ikut aktif dan bercerita ke depan kelas. Jadi pada saat adik-adik yang sudah biasa maju, kelompok tidak langsung menutup kesempatan pada adik-adik lain, melainkan terus mengajak dan menarik mereka dari “comfort zone” mereka selama ini. Dengan pendekatan aktif tiap anggota kelompok pada adik-adik tersebut, maka seiring dengan berjalannya proses micro-teaching, semakin banyak adik-adik yang turut aktif dalam pembelajaran.
4. Strategi: bagaimana guru mengajar untuk memaksimalkan hasil? Beberapa strategi yang kelompok lakukan dalam proses micro-teaching sendiri adalah dengan strategi ceramah, pelatihan, dan kelompok. Ceramah melalui tayangan video animasi edukasi yang akan dipimpin oleh satu anggota kelompok. Setelah adik-adik diminta untuk sharing hal apa yang mereka dapatkan dari tayangan tersebut, kelompok kemudian memberikan feedback pada kelas. Pelatihan yang diakukan berupa pelatihan keterampilan baik bernyanyi, menari, origami, serta daur ulang. Menyanyi dan menari merupakan strategi kelompok untuk menceritakan bahwa alam yang kita miliki sangat indah, keterampilan origami untuk melatih kreativitas mereka, serta daur ulang, agar mereka dapat memaksimalkan barang-barang disekitar mereka. Strategi berkelompok dipakai saat pengerjaan origami dan daur ulang dimana tiap kelompok berisi dua orang anak dan mereka hanya akan diberi satu cup stereofoam bekas dan satu kertas origami, agar melatih mereka untuk memecahkan “masalah” bersama, yaitu pembuatan origami dan daur ulang. Pembagian kelompok ini juga dilakukan agar adik-adik tersebut mau bekerja sama dan saling berbagi.
Terkait dengan pernyataan “ guru memiliki tugas tambahan untuk mendorong, memfasilitasi, dan meransang munculnya proses, membantu meyakinkan bahwa hal itu berkembang dalam arah yang menarik dan produktif bagi semua siswa” jelas saya rasakan dalam pelaksanaan micro-teaching kelompok. Dalam memfasilitasi siswa, saya beserta kelompok mencoba memfasilitasi adik-adik tersebut dengan laptop dan tayangan animasi edukatif agar penyampaian materi mengenai menjaga lingkungan ini sendiri tidak membosankan kepada mereka. Agar mereka dapat melihat dari perspektif dunia anak-anak mereka sebenarnya apa yang ingin disampaikan tayangan video itu sendiri. Dalam daur ulang dan origami misalnya, adik-adik difasilitasi dengan kertas dan cup seterofoam serta alat tulis berwarna-warni untuk lebih lagi mengembangkan kreativitas mereka. Saya kemudian membantu meransang munculnya proses, dari awal kegiatan micro-teaching tersebut, saya mencoba meransang adik-adik untuk mau ikut bernyanyi mengenai keindahan alam, dimana untuk mengajak seisi kelas bernyanyi lagu yang baru mereka pelajari bukanlah hal yang mudah, tetapi dengan sambil terus berkomunikasi dan mengajak mereka, akhirnya semua siswa dalam kelas mau ikut berproses dalam kegiatan micro-teaching, bahkan hingga akhir micro-teaching, terlihat dalam dua kali tayangan animasi edukasi, bahwa semua anak dalam kelas tertarik untuk ikut menonton, mengkritisi pada saat menonton dan kemudian mau turut berbagi dengan teman-temannya apa insight yang dia dapatkan dalam tayangan tadi. Kemudian proses membantu meyakinkan bahwa hal itu berkembang dalam hal yang menarik dan produktif kita lakukan di setiap sesi instruksi, mulai dari mengumumkan bahwa setiap anak yang partisipatif akan mendapatkan reward, meyakinkan mereka bahwa jika mereka menjaga lingkungan maka mereka sendiri akan mendapatkan kebaikannya, serta pada saat melakukan daur ulang dan origami saya yakinkan mereka bahwa jika mereka mau memanfaatkan barang-barang bekas disekitar mereka, mereka akan bisa membuat lebih banyak lagi barang-barang untuk mereka pakai, dan tempat pensil yang mereka hasilkan pada saat pelaksanaan micro-teaching tersebut adalah langkah awalnya. Jadi pernyataan diatas benar saya rasakan dalam proses yang saya jalani bersama kelompok saya, kelompok satu dalam pelaksanaan micro-teaching kami yang menyumbang pengalaman berharga bagi saya dan kelompok tentunya.
Pernyataan "kekuatan paedagogi ilmiah adalah membuat pembelajaran semakin praktis dilihat dari prisma konsep teoritis" mengacu pada konsep bahwa teori yang baik adalah teori yang tidak hanya dibatasi oleh kata, melainkan pada praktiknya dapat dilaksanakan sesuai konsep teori tersebut. Praktik mengajar paaedagogi sendiri menjadi bermutu saat memang didasarkan oleh teori paedagogi. Karena pengajaran akan menjadi lebih terarah dan tujuannya jelas.
ReplyDeletePada saat pelaksanaan micro-teaching kelompok, kami mencoba bergerak dari beberapa teori. Misalnya teori B.F Skinner pengenai penggunaan teknologi dalam penyampaian teori, teori paradigma belajar mengenai beberapa strategi dalam mengajar, yang kemudian kami pakai adaalah strategi pelatihan, strategi kelompok, dan strategi ceramah.
Bergerak dari teori B.F Skinner mengenai penyampaian teknologi, materi mengenai buang sampah pada tempatnya dan dampak dari kerusakan bumi kami sajikan dalam tayangan animasi edukatif dan diputar menggunakan laptop agar anak lebih tertarik dan menyadari bahwa gadget-gadget yang sudah tak asing lagi bagi mereka dapat pula digunakan sebagai media belajar. Setelah penayangan video, strategi ceramah mulai dilaksanakan, yaitu dengan menjelaskan mengenai tujuan video edukatif tersebut agar adik-adik mau menjaga lingkungan dan buang sampah pada tempatnya. Strategi pelatihan dalam pradigma belajar kami coba lakukan dengan melatih ketrampilan origami dan daur ulang pada anak agar nantinya barang-barang bekas yang ada disekitarnya tidak hanya terbuang percuma tetapi dapat dimanfaatkan. Pelatihan keterampilan ini juga menggunaakan strategi pengajaran dengan kelompok. Jadi, adik-adik kelas B T.K.Aisyah ini kami bagi menjadi beberapa tim yang terdiri dari 2 orang, dimana mereka harus menyelesaikan pembuatan origami dan daur ulang dalam tim serta berbagi alat dan bahan, dengan tujuan mereka bisa bekerja sama dengan orang lain nantinya.
2. Selanjutnya, coba lihat di halaman 112. Coba uraikan lebih detail relevansi dari micro teaching dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut.
ReplyDeleteBeberapa pertanyaan yag kemudian memiliki relevansi terhadap pelaksanaan micro-teaching kelompok misalnya;
ReplyDelete1. Penilaian kebutuhan : materi belajar apa yang dibutuhkan?
Materi yang menurut kelompok layak untuk diangkat adalah materi mengenai lingkungan hidup. Dimana adik-adik tersebut sekalian dianggap kelompok memang membutuhkan materi pengetahuan mengenai lingkungan karena lingkungan sendiri berada disekeliling mereka, dan kemudian jika mereka sendiri sadar akan betapa pentingnya kesadaran akan cinta lingkungan akan membawa kebaikan bagi mereka sendiri dan orang lain. kelompok berpikir bahwa adik-adik tersebut harus mengetahui tentang keindahan alam yang kita miliki, bagaimana cara memeliharanya, dan kemudian dampak apa yang terjadi saat kita sendiri sebagai makhluk berakhlak tidak mau menjaga lingkungan kita. Dan kemudian pada nantinya ilmu itu tidak hanya akan “tinggal” di ruang kelas, karena cukup mudah untuk dipraktikkan dimanapun dalam kehidupan sehari-hari. Karena itulah maka tema “Sayang Bumi” kami angkat untuk diajarkan pada adik-adik TK.Aisyah.
2. Penggunaan TIK : bagaimana aplikasi TIK dalam pembelajaran yang memenuhi kriteria paedagogi?
Aplikasi TIK yang kelompok praktikkan adalah menggunakan laptop sebagai sarana pengajaran. Penggunaan laptop ini sendiri dilakukan untuk memutar tayangan edukasi animasi mengenai menjaga lingkungan dan dampak dari tidak memelihara lingkungan. Jadi adik-adik yang juga tidak asing lagi dalam penggunaan laptop dapat mengetahui bahwa alat tersebut juga dapat digunakan untuk mengeksplorasi banyak sekali ilmu pengetahuan.
3. Pemecahan masalah : apa yang bisa salah dalam pengajaran dan bagaimana cara mengatasinya?
Ada budaya tersendiri yang diamati oleh kelompok dimana sebagian besar murid TK.Aisyah tersebut seakan sudah terbiasa untuk bersikap pasif karena akan ada teman-teman yang biasanya ditunjuk guru untuk aktif dalam kelas. Jadi guru wali kelas seakan sudah membuat peraturan dimana yang boleh aktif kedepan kelas hanyalah mereka yang biasa ditunjuk oleh guru. Jadi, saat kelompok ingin mereka untuk maju ke depan kelas, menceritakan tentang hal-hal yang mereka pelajari, hanya murid-murid tertentu dan itu-itu saja yang maju ke depan kelas. Maka untuk menumbuhkan budaya aktif yang merata dalam kelas, kelompok berusaha untuk mengajak adik-adik lain untuk mau ikut aktif dan bercerita ke depan kelas. Jadi pada saat adik-adik yang sudah biasa maju, kelompok tidak langsung menutup kesempatan pada adik-adik lain, melainkan terus mengajak dan menarik mereka dari “comfort zone” mereka selama ini. Dengan pendekatan aktif tiap anggota kelompok pada adik-adik tersebut, maka seiring dengan berjalannya proses micro-teaching, semakin banyak adik-adik yang turut aktif dalam pembelajaran.
4. Strategi: bagaimana guru mengajar untuk memaksimalkan hasil?
Beberapa strategi yang kelompok lakukan dalam proses micro-teaching sendiri adalah dengan strategi ceramah, pelatihan, dan kelompok. Ceramah melalui tayangan video animasi edukasi yang akan dipimpin oleh satu anggota kelompok. Setelah adik-adik diminta untuk sharing hal apa yang mereka dapatkan dari tayangan tersebut, kelompok kemudian memberikan feedback pada kelas. Pelatihan yang diakukan berupa pelatihan keterampilan baik bernyanyi, menari, origami, serta daur ulang. Menyanyi dan menari merupakan strategi kelompok untuk menceritakan bahwa alam yang kita miliki sangat indah, keterampilan origami untuk melatih kreativitas mereka, serta daur ulang, agar mereka dapat memaksimalkan barang-barang disekitar mereka. Strategi berkelompok dipakai saat pengerjaan origami dan daur ulang dimana tiap kelompok berisi dua orang anak dan mereka hanya akan diberi satu cup stereofoam bekas dan satu kertas origami, agar melatih mereka untuk memecahkan “masalah” bersama, yaitu pembuatan origami dan daur ulang. Pembagian kelompok ini juga dilakukan agar adik-adik tersebut mau bekerja sama dan saling berbagi.
Terkait dengan pernyataan “ guru memiliki tugas tambahan untuk mendorong, memfasilitasi, dan meransang munculnya proses, membantu meyakinkan bahwa hal itu berkembang dalam arah yang menarik dan produktif bagi semua siswa” jelas saya rasakan dalam pelaksanaan micro-teaching kelompok.
ReplyDeleteDalam memfasilitasi siswa, saya beserta kelompok mencoba memfasilitasi adik-adik tersebut dengan laptop dan tayangan animasi edukatif agar penyampaian materi mengenai menjaga lingkungan ini sendiri tidak membosankan kepada mereka. Agar mereka dapat melihat dari perspektif dunia anak-anak mereka sebenarnya apa yang ingin disampaikan tayangan video itu sendiri. Dalam daur ulang dan origami misalnya, adik-adik difasilitasi dengan kertas dan cup seterofoam serta alat tulis berwarna-warni untuk lebih lagi mengembangkan kreativitas mereka.
Saya kemudian membantu meransang munculnya proses, dari awal kegiatan micro-teaching tersebut, saya mencoba meransang adik-adik untuk mau ikut bernyanyi mengenai keindahan alam, dimana untuk mengajak seisi kelas bernyanyi lagu yang baru mereka pelajari bukanlah hal yang mudah, tetapi dengan sambil terus berkomunikasi dan mengajak mereka, akhirnya semua siswa dalam kelas mau ikut berproses dalam kegiatan micro-teaching, bahkan hingga akhir micro-teaching, terlihat dalam dua kali tayangan animasi edukasi, bahwa semua anak dalam kelas tertarik untuk ikut menonton, mengkritisi pada saat menonton dan kemudian mau turut berbagi dengan teman-temannya apa insight yang dia dapatkan dalam tayangan tadi.
Kemudian proses membantu meyakinkan bahwa hal itu berkembang dalam hal yang menarik dan produktif kita lakukan di setiap sesi instruksi, mulai dari mengumumkan bahwa setiap anak yang partisipatif akan mendapatkan reward, meyakinkan mereka bahwa jika mereka menjaga lingkungan maka mereka sendiri akan mendapatkan kebaikannya, serta pada saat melakukan daur ulang dan origami saya yakinkan mereka bahwa jika mereka mau memanfaatkan barang-barang bekas disekitar mereka, mereka akan bisa membuat lebih banyak lagi barang-barang untuk mereka pakai, dan tempat pensil yang mereka hasilkan pada saat pelaksanaan micro-teaching tersebut adalah langkah awalnya.
Jadi pernyataan diatas benar saya rasakan dalam proses yang saya jalani bersama kelompok saya, kelompok satu dalam pelaksanaan micro-teaching kami yang menyumbang pengalaman berharga bagi saya dan kelompok tentunya.